TEGAS, TERUKUR, TUNTAS DAN HUMANIS
Bahwa salah satu tugas utama Jaksa selaku Penegak Hukum
Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 jo
Nomor 11 Tahun 2021 adalah untuk menjaga ketertiban dan ketentraman umum. Tugas
menjaga ketertiban dan ketentraman umum tersebut tentunya tidak terlepas dari
kedudukan jaksa sebagai penegak hukum dan keadilan.
Penegakan hukum dapat dikatakan berhasil apabila keadilan
dapat diwujudkan, dan salah satu wujud dari keadilan adalah terciptanya
ketertiban dan ketentraman umum, yang dapat dilihat dari kondisi damai dan
harmoni dalam masyarakat.
Hukum tidak berhasil apabila penegakan hukum yang
dilakukan tidak dapat menciptakan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat.
Masyarakat yang gaduh, rusuh dan tidak ada kedamaian merupakan cermin kegagalan
dalam penegakan hukum, dan hal tersebut dapat mengakibatkan turunnya rasa
kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum.
Dalam melaksanakan tugas menjaga ketertiban dan
ketentraman umum, penegakan hukum yang dilakukan oleh jaksa haruslah ditujukan
untuk memberikan keadilan yang menciptakan kedamaian dihati korban, pelaku dan
masyarakat.
Penghukuman pelaku dalam bentuk perampasan kemerdekaan
sebagai balasan atas perbuatannya yang merugikan korban dianggap belum mampu
memulihkan kerugian yang diderita korban, sehingga sudah seharusnya dilakukan
terobosan hukum yang lebih mengutamakan keadilan yang merakyat dibandingkan
dengan kepastian untuk menghukum pelaku.
Mensikapi pergeseran paradigma penegakan hukum yang
meminta hukum untuk lebih bertindak adil kepada masyarakat bawah, Jaksa Agung
Prof. Burhanuddin telah mengambil kebijakan dengan mengundangkan Peraturan
Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif dan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui
Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif .
Pengundangan Peraturan Kejaksaan tersebut merupakan
implementasi dari kebijakan Presiden yang menginginkan agar hukum lebih
menyentuh masyarakat bawah dengan mengedepankan keadilan restoratif dalam
penegakan hukum.
Menindaklanjuti arahan Presiden, Jaksa Agung selaku
Penuntut Umum Tertinggi dan Penegak Hukum Negara telah memerintahkan para Jaksa
untuk menggunakan hati nurani dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum yang
menjadi tanggung jawab para Jaksa. Keadilan tidak ada dalam buku dan
undang-undang manapun, karena keadilan hanya ada dalam hati sanubari para
penegak hukum.
Jaksa sebagai penegak hukum pada hakekatnya mempunyai
kewajiban untuk menjaga ketertiban, ketentraman umum, dan kedamaian dalam
masyarakat. Pelaksanaan penegakan hukum tidak hanya untuk menjamin kepastian
hukum, tetapi lebih diutamakan untuk memberikan keadilan yang hakiki. Keadilan
yang hakiki adalah keadilan yang bisa memulihkan kedamaian dan harmoni dalam
masyarakat.
Fokus utama dari keadilan hakiki adalah terpulihkannya
kedamaian dan harmoni dalam masyarakat, sedangkan penjatuhan pidana khususnya
perampasan kemerdekaan pelaku, lebih menitikberatkan kepada penghukuman atas
kesalahan yang dilakukan pelaku tindak pidana, dan tidak dapat mengembalikan
kedamaian, karena kerugian korban tidak terpulihkan dan penderitaan korban
tidak terobati dengan adanya penjatuhan hukuman perampasan kemerdekaan terhadap
pelaku.
Sebagai penegak hukum pada penilaian terhadap
pokok perkara merupaka tugas, tanggungjawab dan wewenang jaksa selaku Dominus
litis dan dalam rangka
pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan, jaksa harus lebih mengutamakan
pemulihan pada keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana, dibandingkan
dengan penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan yang tidak dapat memulihkan
keadaan pada kondisi semula.
Tuntutan perampasan kemerdekaan terhadap pelaku tindak
pidana tertentu (yang ringan sifatnya) hanya dilakukan sebagai instrumen
terakhir (ultimum remidium) dan tidak
lagi menjadi alternatif utama (primum
remidium) dalam penegakan hukum yang dilaksanakan oleh jaksa.
Bahwa untuk mencapai semua tujuan dan harapan dari
dilaksanakannya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, maka
keterlibatan seluruh pihak yang terdiri dari pelaku dan keluarga pelaku, korban
dan keluarga korban, serta para tokoh masyarakat dalam penyelesaian perkara
merupakan suatu keharusan yang tidak dapat diabaikan.
penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice tersebut dilakukan secara sangat selektif oleh
Kejaksaan dan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ketentuan Perja
nomor 15 tahun 2020:
Pasal
5 (1) Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan
penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat
sebagai berikut:
a. tersangka
baru pertama kali melakukan tindak pidana;
b. tindak
pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara
tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
c. tindak
pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan
akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus
ribu rupiah).
Sedangkan
untuk penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Melalui Rehabilitasi harus sesuai syarat-syarat sebagaimana ketentuan Pedoman
Nomor 18 Tahun 2021:
a.
Tersangka hanya
sebagai penyalahguna narkotika untuk diri sendiri (end
user)
b.
Tersangka ada
ketergantungan untuk pemakaian Narkotika
c.
Tersangka tidak
berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan gelap
Narkotika
d.
Tersangka bukan
resedivis Tindak Pidana Narkotika
e.
Tersangka tidak
pernah dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO)
f.
Sudah ada hasil
Assesmen dari Tim Assesmen Terpadu yang menyatakan dan kesimpulan terhadap
tersangka layak untuk di rehabilitasi
Yang proses gelar perkara kegiatan Restorative Justice dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, namun demikian penyelesaian perkara melalui Restorative Justice tersebut ternyata mendapat respon yang sangat positif dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya permintaan agar penyelesaian perkara dilakukan melalui proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Selain banyaknya masyarakat yang meminta agar perkara pidana umum tertentu diselesaikan melalui proses penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, dukungan agar Keadilan Restoratif tersebut dikembangkan juga bergulir dari para akademisi dan praktisi hukum, selain dari masyarakat umum.
We thrive when coming up with innovative ideas but also understand that a smart concept should be supported with faucibus sapien odio measurable results.